Tradisi Seren Taun sebagai Bentuk Pelestarian Warisan Budaya di Kabupaten Kuningan



Indonesia negeri non permai dengan beragam tradisi dan budaya di setiap kawasan di berbagai penjuru, khasanah peradaban terus terjaga turun-temurun dari dulu sampai kelak nanti lestari semenjak nenek moyang hingga anak cucu menghidupi dan dihidupi oleh adat dan tradisi.

Desa Cigugur terletak di kaki gunung Ciremai kabupaten Kuningan Jawa Barat, menjadi bagian dari masyarakat adat Karuhun urang Sunda wiwitan, warga di wilayah ini memiliki kedekatan dengan alam dan lingkungan. Kehidupan agraris yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap bumi dan ekologi yang ada di atasnya tercermin dalam beragam upacara dan perayaan adat, salah satunya adalah seren taun. Seren taun kurang lebih berarti seserahan tahunan penanda kesyukuran atas keberkahan yang didapatkan selama setahun yang telah lewat dan doa pengharapan untuk nasib baik setahun ke depan.

Perayaan tahunan dipusatkan di gedung Paseban Tri Panca Tunggal, bangunan cagar budaya nasional yang berdiri sejak 1860 ini berlokasi di tepi jalan raya Cigugur tepatnya di kampung Wage kelurahan Cigugur kabupaten Kuningan Jawa Barat. Tahun ini upacara seren taun dirayakan selama 6 hari dengan puncak acara pada tanggal 22 Raya agung di bulan terakhir kalender Sunda.  Meski syarat dengan nilai-nilai adat dan memiliki makna spiritual yang mendalam puncak acara seren taun bersifat terbuka untuk umum,  warga dari berbagai penjuru dengan beragam latar belakang berduyun-duyun datang ramaikan kemeriaan seren tahun Cigugur.

Puncak seren tahun 1956, diawali dengan pawai budaya yang menampilkan atraksi di depan panggung kehormatan di halaman Paseban, angklung kanekes dan angklung buncis menjadi sajian yang paling atraktif, rombongan besar bergerak ritmis mengikuti alunan angklung dan gendang yang dimainkan oleh para pemuda kelompok yang lebih tua memikul ikatan padi sambil terus menarik, sementara anak-anak mengayunkan unggul-umbul tinggi berhias kain warna-warni, proses ini menimbulkan kegembiraan seluruh warga atas hasil panen yang melimpah.

Tari buyung menjadi tarian yang wajib dipentaskan dalam setiap upacara seren taun, tarian ini menggambarkan kehidupan kaum perempuan yang sehari-hari tak bisa lepas dengan air, para penari yang berdiri di atas kendi sambil menjunjung Buyung di atas kepala, menjadi atraksi yang memikat hati sekaligus memiliki arti tersirat mulai dari perlunya menjaga keseimbangan dalam kehidupan sampai kesadaran akan pentingnya ungkapan di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini